Empat mahasiswa Nyong dan Noni Unima 2008 berpose di depan Kampus Universitas Negeri Manado (Unima) di Tondano, Sulawesi Utara. Mereka dengan ramah menyambut tamu ketika pengukuhan OC Kaligis dikukuhkan sebagai guru besar ilmu hukum di Fakultas Ilmu Sosial (FIS) Unima, Sabtu (8/11).
Ph EA Tuerah
Melalui Keputusan Presiden (Keppres) 123/2000 tanggal 14 Oktober 2000, Institut Keguruan dan Ilmu Pengetahuan (IKIP) Manado, Sulawesi Utara, berubah status menjadi Universitas Negeri Manado (Unima). Sejak saat itu, orientasi perguruan tinggi negeri ini menjadi lebih fleksibel.
Universitas ini memang tidak hanya sebagai lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK) yang menghasilkan guru, tetapi juga mendidik tenaga profesional nonguru seperti perguruan tinggi lainnya. Karena itu, tantangannya juga sangat besar, yakni bagaimana menghasilkan tenaga guru yang berkualitas dan sekaligus tenaga profesional yang siap terjun di profesi nonguru.
Rektor Unima, Prof Dr Ph EA Tuerah Msi DEA dalam percakapan dengan SP di kampus, Tondano, Sabtu (8/11) menuturkan, Unima sebagaimana universitas eks IKIP lainnya mengemban misi ganda. Unima di satu sisi bertanggung jawab untuk menghasilkan tenaga guru yang berkualitas, tetapi di satu pihak lulusan yang sama juga harus bisa menjadi tenaga profesional untuk berbagai bidang profesi.
Berkaitan dengan itu, Unima mempunyai misi yang berat, yakni tiga kualitas yang oleh rektor Tuerah disebut, kualitas, kualitas, dan kualitas. Tiga hal yang dimaksud adalah kualitas pelayanan akademik, kualitas proses pendidikan, dan kualitas hasil.
Kualitas pelayanan akademik menurut Tuerah, terkait dengan penyediaan fasilitas, termasuk pendanaan. Unima berupaya memenuhi kebutuhan yang menunjang kegiatan akademik.
Namun, soal pendanaan, Unima tidak memberi beban berat kepada para mahasiswanya. Unima berusaha mencari dana sendiri dengan memanfaatkan aset yang ada, termasuk lahan tidur di sekitar kampus yang luasnya cukup besar.
Salah satu yang dilakukan Unima adalah menanam jagung di lahan seluas 163 hektare. Rektor tidak memerinci berapa dana yang bisa dihasilkan dari hasil berkebun itu, namun katanya, setidaknya cukup untuk membiayai kegiatan akademik kampus di samping dari sumber dana lainnya pemerintah dan penyantun yang diketuai SH Sarundajang (Gubernur Sulawesi Utara).
Besarnya uang sumbangan pembangunan pendidikan (SPP) di Unima, tergolong masih kecil dibanding universitas negeri lainnya. Disebutkan, masih ada mahasiswa yang membayar SPP Rp 90.000 sampai Rp 550.000 per semester.
Kecilnya uang SPP di Unima tersebut, membuat universitas ini menjadi incaran calon mahasiswa dari berbagai daerah di Indonesia. Dalam penerimaan mahasiswa Juli 2008 lalu misalnya jelas Humas dan juru bicara rektor Unima, Devie SR Siwij SIP, jumlah mahasiswa yang mendaftar di sini, lebih banyak dibanding Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado.
Saat ini, kata Devie, jumlah mahasiswa Unima mencapai 14.000 lebih. Mereka tersebar di delapan fakultas. Delapan fakultas itu adalah fakultas ekonomi (Fekon), matematika dan IPA (FMIPA), teknik (Fatek), ilmu sosial (FIS), ilmu keolahragaan (FIK), bahasa dan seni (FBS), ilmu pendidikan (FIP), dan pascasarjana.
Lebih jauh Tuerah menjelaskan, Unima sedang mempersiapkan pendirian dua fakultas baru, yakni fakultas hukum dan fakultas kedokteran. Program studi ilmu hukum yang selama ini masih bergabung dengan FIS, sedang diurus akreditasinya ke Menteri Pendidikan Nasional.
Dengan dikukuhkannya seorang dosen luar biasa ilmu hukum, yakni Prof Dr OC Kaligis SH MH menjadi guru besar pada FIS Unima, Sabtu (8/11) menurut Tuerah, diharapkan dapat mendorong diakreditasinya program studi ilmu hukum menjadi sebuah fakultas hukum di universitas ini. Selama ini, Unima sendiri telah menjalin kerja sama dengan kantor pengacara OC Kaligis & Associates.
Selain mengajar di Unima, para mahasiswa Program Studi Hukum, FIS Unima juga magang di kantor OC Kaligis di Jakarta. Kerja sama tersebut akan makin ditingkatkan dengan dikukuhkannya OC Kaligis sebagai guru besar Unima.
Masih terkait soal kualitas pelayanan akademik kata Tuerah, Unima saat ini terus mengevaluasi program studi yang sudah mulai jenuh. Jurusan atau program studi yang sudah jenuh tersebut, kemungkinan akan ditutup atau dilebur, namun masalah ini masih sedang dikaji.
Saat bersamaan, Unima juga sedang mempelajari jurusan yang relevan dengan pasaran kerja saat ini atau untuk kebutuhan jauh ke depan. Dengan kajian ini diharapkan Unima ke depan tidak menghasilkan pengangguran intelektual. Sedangkan, kualitas kedua yang ingin diraih Unima adalah kualitas proses pendidikan.
Bahasa Asing dan TI
Unima menargetkan kualifikasi dosennya bisa 100 persen S2 atau magister pada tahun 2010. Dari 900 dosen Unima, baru sekitar 600 yang berkualifikasi S2 dan 100-an (S3), sedang selebihnya S1, terutama yang baru dan mereka yang menjelang pensiun, masih berkualifikasi S1.
Adapun bagi mahasiswa, selain belajar secara reguler pada jurusan yang dipilihnya, mereka juga diwajibkan berkemampuan bahasa asing dan memiliki pengetahuan tentang teknologi informasi (TI). Untuk itu, setiap mahasiswa wajib memiliki sertifikat Test of English as a Foreign Language (TOEFL)/kemampuan berbahasa Inggris dan sertifikat kursus komputer program terbaru. Karena itu, kata Tuerah, out put dari Unima tidak hanya menghasilkan ijazah dan akta mengajar untuk program guru. Lulusan Unima wajib mengantongi sertifikat TOEFL minimal 475 dan sertifikat komputer.
Setiap lulusan Unima harus mampu berbahasa asing, minimal bahasa Inggris untuk jurusan nonbahasa. Mereka juga harus menguasai teknologi informasi, sehingga tidak lagi gagap teknologi ketika memasuki pasar kerja, baik sebagai guru maupun untuk profesi lainnya.
Bekal yang diterima para mahasiswa Unima tersebut, sekaligus juga membuat kualitas lulusan universitas ini terjamin, sehingga siap masuk "pasar" kerja. Unima tidak hanya mempersiapkan lulusannya masuk bursa kerja domestik, tetapi juga siap masuk "pasar" kerja global.
Untuk menunjang itu kata Devie, Unima juga menjalin kerja sama dengan universitas asing, yakni Universite Aix Marseille III Prancis.