Admin Admin
Jumlah posting : 549 Registration date : 08.01.08
| Subyek: OC Kaligis dan Obsesi Peradilan Pidana Restoratif Sat Nov 08, 2008 1:38 pm | |
| OC Kaligis dan Obsesi Peradilan Pidana Restoratif Melakukan perubahan dari ufuk timur Nusantara menjadi obsesi Otto Cornelis (OC) Kaligis. Perubahan apakah yang didambakan Kaligis itu bisa muncul dari timur?
Lalu, siapakah yang akan melakukan perubahan itu? Membayangkan perubahan, biasanya asosiasinya pada hal-hal yang besar atau luar biasa.
Tetapi, asumsi itu hendak dijernihkan oleh sang pengacara ini. Seperti sinar matahari pagi yang selalu datang dari timur, demikian pula perubahan itu datang dari timur Nusantara.
"Kitalah yang mulai melakukan perubahan itu. Tidak dimulai dari hal-hal besar, tetapi dimulai dari hal-hal kecil sederhana. Bukankah matahari pagi itu dimulai dari cahaya yang kecil dan lembut dari balik kaki langit di timur?" ujar Kaligis.
Hal itu akan disampaikan saat pengukuhannya sebagai guru besar Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Manado (Unima) di Tondano, Sulawesi Utara, Sabtu (8/11). Sejak 31 Juli 2008, dia telah mendapat surat keputusan sebagai profesor dari Menteri Pendidikan Nasional, Bambang Sudibyo. Namun, pengukuhan baru dilaksanakan dalam sidang senat luar biasa Unima yang dipimpin Rektor Unima, Prof Dr Ph EA Tuerah Msi DEA, Sabtu.
Advokat senior itu menyelesaikan sarjana hukum (S1) di Universitas Parahyangan, Bandung, 1966. Selanjutnya, dia menyelesaikan program pascasarjana (S2) pada 2003 dan program doktoral (S3) tahun 2006 di Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung.
Doktor yang juga belajar dan menguasai ilmu hukum kepailitan di Universitas Indonesia tersebut, memang lebih peduli terhadap hukum pidana. Karena itu, dalam pidato pengukuhan, dia berobsesi memulai perubahan dari kasus-kasus hukum peradilan pidana di Indonesia.
Dia terinspirasi kasus hukum pidana yang mencuat di Tanah Air yang terkait dengan Ryan. Satu dari belasan korban pembunuhan dari Very Idham Heniansyah alias Ryan adalah Asrori. Apa yang menarik dari kasus pembunuhan Asrori itu?
Ternyata, orang yang didudukkan sebagai terdakwa di kursi pesakitan dalam kasus tersebut, bukanlah Ryan. Maman Sugianto alias Sugik adalah orang yang didakwa membunuh Asrori.
Ketika bukti-bukti sudah begitu kuat, termasuk hasil DNA yang menunjukkan bahwa pembunuh Asrori adalah Ryan, majelis hakim masih saja ngotot menyidangkan Maman Sugianto sebagai terdakwa. Karena itu, pengacara muda dari kantor OC Kaligis & Associates, walk out sebagai tanda protes dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jombang, Jawa Timur, 25 September 2008.
Menurut Kaligis, kasus kegagalan penegakan keadilan (miscarriage of justice) merupakan isu aktual dan hal mendasar di Tanah Air yang perlu dibenahi. Tentu tidak hanya karena kasus Ryan, tetapi juga pada kasus pidana lainnya. Di negara-negara maju, seperti Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Australia, masalah ini dibahas, baik dari perspektif hukum maupun perspektif politik dan sosial yang dikaitkan dengan sistem peradilan pidana. Lembaga-lembaga independen terus menyuarakan dan memperjuangkan keadilan bagi para korban miscarriage of justice.
Menurut data yang dirilis Forejustice, hingga saat ini, terdaftar 2.539 korban miscarriage of justice dan kasus itu terjadi di 70 negara di dunia. Dari gambaran itu, ada empat hal yang patut disimak. Pertama, sebagian besar kasus miscarriage of justice terjadi di negara-negara maju yang memiliki sistem peradilan pidana yang mapan dan sangat peduli dengan persoalan penegakan hukum dan masalah-masalah hak asasi manusia. Kedua, sistem peradilan pidana di negara-negara tersebut, ternyata menunjukkan kegagalan dalam menegakkan keadilan. Ketiga, kegagalan tersebut menunjukkan fakta bahwa miscarriage of justice merupakan masalah serius dan bersifat universal. Keempat, menguatnya kesadaran masyarakat internasional akan seriusnya masalah miscarriage of justice.
Restoratif
Di akhir pidato pengukuhannya, Kaligis mengusulkan sistem peradilan pidana dengan pendekatan keadilan restoratif yang mulai diterapkan di Kanada akhir tahun 1970-an. Dalam program restoratif, pandangan bahwa konflik yang disebut kejahatan itu, harus dilihat bukan semata-mata sebagai pelanggaran terhadap negara, tetapi konflik yang merepsentasikan terputus dan terpecahnya relasi antara dua atau lebih orang dalam masyarakat. Karena itu, para korban, pelaku tindak pidana, dan komunitas, sejauh mungkin berpartisipasi dalam menangani kerusakan atau kerugian dari tindak pidana tersebut. Sementara polisi, advokat, dan hakim, melakukan peran-peran spesifik yang bervariasi sesuai program.
Tujuan pendekatan keadilan restoratif adalah mencapai konsensus mengenai solusi yang paling baik untuk menyelesaikan konflik. Keadilan restoratif merupakan suatu cara baru dalam melihat peradilan pidana yang berpusat pada perbaikan kerusakan dan kerugian korban dan hubungan antarmanusia, daripada menghukum pelaku tindak pidana. Negara yang direpresentasikan oleh institusi-institusi penegak hukum, tidak mengambil alih penyelesaian konflik yang merupakan kejahatan, karena suatu tindak pidana dalam keadilan restoratif tidak dipandang sebagai kejahatan terhadap negara, tetapi terhadap anggota masyarakat yang menjadi korban. [SP/Marselius Rombe Baan] SP | |
|