Admin Admin
Jumlah posting : 549 Registration date : 08.01.08
| Subyek: Biaya Pendidikan Sulit Dijangkau Tue Jun 10, 2008 12:33 pm | |
| Biaya Pendidikan Sulit Dijangkau
Banderol Masuk Unsrat-Unima Jutaan Rupiah Inggried: Alokasi Dana Pendidikan di APBD Harus Besar Tuesday, 10 June 2008 MANADO— Memasuki tahun ajaran baru, biaya masuk sekolah dan perguruan tinggi (PT) di Sulut banyak dikeluhkan. Sebab, umumnya masyarakat Nyiur Melambai yang hendak menyekolahkan anak makin sulit menjangkau biaya pendidikan. Di Unsrat, biaya masuk bisa mencapai puluhan juta, sedangkan Unima sekitar Rp6 juta. “Coba berkunjung ke desa-desa, makin banyak anak putus sekolah dan tidak melanjutkan studi ke perguruan tinggi akibat tak mampu dengan biaya seperti sekarang,” kata Sekretaris Komisi D DPR Sulut Inggried JNN Sondakh SE MM. Ia mengatakan, memang idealnya pendidikan yang berkualitas tinggi membutuhkan dana dan biaya yang tidak sedikit. Karena out put yang dihasilkan sangat bergantung pada seberapa berkualitasnya input dan proses yang dijalani. “Apabila menginginkan out put adalah high quality, berarti dana pendidikannya juga akan cenderung menjadi mahal,” katanya. Meski demikian, lanjut Inggried, tidak selamanya pendidikan murah itu identik dengan kualitas yang rendah. Nah, di sinilah diperlukan komitmen yang tinggi, kepedulian, tanggung jawab serta keseriusan pemerintah termasuk para legislator dalam menjalankan funsi budgetingnya untuk semaksimal mungkin memberikan perhatian yang optimal dalam bidang pendidikan. Tentunya dengan mengalokasikan dana pendidikan yang cukup dan memadai. Inggried menambahkan, dengan memberikan alokasi anggaran yang memadai di bidang pendidikan, itu jadi investasi berharga. Dan mempunyai nilai yang sangat besar di masa mendatang bagi Sulut. “Pemerintah dan DPR harus mengalokasikan dana pendidikan yang cukup di APBD agar masyarakat terbantukan,” katanya lagi. Di Unsrat, calon mahasiswa baru dikenakan biaya mulai dari proses pendaftaran sampai registrasi sebagai mahasiswa. Pada tahap pendaftaran, calon mahhasiswa wajib membayar formulir pendaftaran. Jalur penerimaan Tumou Tou (T2) biaya formulir ditetapkan Rp125 ribu, sedangkan jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri/Ujian Mahasiswa Baru (SNMPTN/UMB) ditetapkan Rp150 ribu Program IPA dan IPS dan Rp 175 ribu Program campuran. Setelah lulus, calon mahasiswa mendaftar kembali di Rektorat dan di fakultas. Di sini, calon mahasiswa mulai membayar dana pembangunan, dana sumbangan pembangunan pembelajaran (SPP), dana bimbingan mahasiswa baru (Bismaba), biaya SKS (tuttion fee) dan dana sukarela (Bantuan orang tua mahasiswa, red). Informasi dihimpun, dana pembangunan besarnya variatif. Mulai Rp500 ribu hingga Rp75 juta. Berdasarkan keputusan rektor Unsrat nomor: 2383/H12/LL/2008 tertanggal 21 Mei 2008, Unsrat telah menetapkan sumbangan mahasiswa baru/pindahan sebagai penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Dana pembangunan paling rendah di fakultas Peternakan Rp 500 ribu. Sedangkan yang paling tinggi di fakultas Kedokteran Rp75 juta (lihat grafis). Variatifnya dana pembangunan ini, juga dikarenakan perbedaan jalur penerimaan maba. Humas Rektorat Daniel Pangemanan SH MH menjelaskan, Unsrat membuka 4 jalur penerimaan. Yaitu T2, SNMPTN/UMB, Kemitraan dan Sumikolah (khusus). “SNMPTN/UMB adalah jalur untuk menampung animo calon maba yang tidak lolos seleksi di jalur T2 dan SNMPTN/UMB,” ungkap Daniel, kemarin. Ia pun kembali menegaskan pernyataan Rektor, biaya pendidikan bagi mahasiswa strata 1 (S1) di Unsrat tidak mengalami kenaikan. “Biaya pendidikan yang naik hanya untuk program pendidikan dokter spesialis dan program pendidikan strata 2 (S2),” tambah Daniel. Kemudian, dana SPP tahun akademik 2008-2009 masih sama yakni Rp 550 ribu untuk fakultas eksakta (Kedokteran, Teknik, Pertanian, Peternakan, Perikanan dan Ilmu Kelautan dan MIPA). Dan Rp 350 ribu untuk fakultas non eksakta (Ekonomi, Hukum, ISIP dan Sastra). Selanjutnya dana sukarela yang dipungut di fakultas. Dari 10 fakultas di Unsrat, hanya fakultas Kedokteran, Teknik, Ekonomi, Hukum dan ISIP yang memberlakukannya. Besarnya dana sukarela bervariasi. Kedokteran berkisar antara Rp 5-15 juta, Teknik Rp 2 juta, Ekonomi Rp 2.5-5 juta, Hukum sekitar Rp 3 juta dan ISIP Rp 2 Juta. Menurut seorang staf pengajar di Fakultas Teknik, dana sukarela ini ditetapkan berdasarkan kesepahaman dan kesepakatan antara orang tua mahasiswa. “Ini pun dimaksudkan untuk pengembangan sarana dan prasarana kampus,” ujarnya, yang tidak ingin namanya di korankan. Lain halnya dengan beberapa fakultas yang tidak memberlakukan dana sukarela. Menurut Dekan fakultas MIPA Dr Edwin de Queljoe MSc Sp And, fakultasnya tidak memberlakukan biaya-biaya lain, selain yang telah ditetapkan oleh Rektorat. Senada dikatakan Pembantu Dekan bidang Kemahasiswaan Fakultas Pertanian Ir Ronny Soputan MS dan FPIK Ir Otniel Pontoh MSi. “Kalau fakultas yang kurang mahasiswa seperti torang jika diberlakukan, pasti akan makin sedikit mahasiswa berminat,” ujar keduanya di tempat terpisah. Ada lagi biaya per sistem kredit semester (SKS) sekurang-kurangnya Rp 10 ribu per SKS, yang ditetapkan Rektor berdasarkan SK nomor: 2384/H12/LL/2008. Kemudian biaya Bismaba Rp 400 ribu. Penjabat Rektor Prof Lucky Sondakh saat dikonfirmasi soal banyaknya biaya pendidikan di Unsrat, menyatakan, bantuan mahasiswa (dana sukarela, red) ke fakultas tidak harus. “Kalau fakultas mengharuskan sebagai syarat diterima di fakultas, maka itu ilegal,” tegas Rektor via HP dari Den Haag, Netherlands. Rektor Unima Dr Ph EA Tuerah melalui Humas Hannie Massie, menjelaskan, dalam penerimaan mahasiswa baru kali ini, pihaknya menerapkan sistem dua jalur. Seperti, seleksi nmasuk perguruan Tinggi Negeri (Senam-PTN) serta jalur lokal Baku Beking Pande (B2P). “Kalau bicara pendaftaran semua transparan dan terpampang di papan pengumuman yang telah ditetapkan melalui SK sekaligus persetujuan senat,” ungkap Massie sembari menambahkan, semua pungutan biaya (lihat grafis) ini bertujuan meningkatkan mutu pendidikan di Unima. Mahalnya biaya pendidikan di Sulut, menurut pengamat pendidikan DR Max Ruindungan MPd, perlu didefinisikan lagi. Ia berpendapat, jika dibandingkan dengan daerah lain, mungkin besarnya biaya di lembaga pendidikan Sulut masih dikategorikan murah. Menurutnya, lembaga pendidikan di Sulut seharusnya harus transparan dan akuntabel terhadap dana-dana pendidikan yang masuk. Dikatakan mahal, karena selama ini masyarakat tidak pernah diberitahukan pemanfaatan dana yang diwajibkan oleh lembaga pendidikan. “Lihat Unsrat dan Unima tidak pernah mengumumkan kepada publik besarnya dana SPP, dana pembangunan, maupun bantuan-bantuan dari sumber lain yang masuk ke rekeningnya dan pemanfaatan dana-dana tersebut,” sesal Max. Ia menjadi optimis, tatkala reformasi yang lahir dari kampus, justru kampus sendiri yang tidak berperilaku reformis. Selama ini, dari dunia kampus terus mengkritisi pemerintah, terutama mengenai transparansi keuangan dan akuntabilitas keuangannya. Namun, sampai saat ini dunia kampus tidak pernah melakukan hal tersebut. “Sangat konyol dan sangat lucu,” tambah Max. Max memberikan solusi, hendaknya sebelum menyesuaikan kemampuan masyarakat Sulut dengan beban pendidikan yang seharusnya. Terlebih dahulu mendefinisikan biaya-biaya yang diwajibkan lembaga pendidikan. Kemudian memberikan pengertian yang sejelas-jelasnya kepada masyarakat, dana pendidikan ini akan dipergunakan untuk kebutuhan kampus. “Beberkan apa yang menjadi kebutuhan kampus. Jangan dikatakan dana pembangunan, lantas sudah sekian tahun lamanya pembangunan kampus belum juga selesai. Transparansi dan akuntabilitas kampus harus betul-betul dimanifestasikan dalam dunia kampus itu sendiri,” tegas Max. Kalau ini tidak pernah dilakukan, maka ke depan sumber daya manusia di Sulut akan jauh dari harapan untuk membangun daerah ini.(ras/cw-06/old) | |
|