Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (Uhamka) memang baru memiliki satu program studi, yaitu Ilmu Komunikasi. Kendati demikian, dengan diiringi berbagai program pembekalan ilmu yang terencana dengan baik, salah satunya Meet The Expert, program studi ini tetap mengalami perkembangan di setiap tahunnya.
Meet The Expert, yang berarti bertemu dengan orang- orang yang ahli di bidangnya ini adalah salah satu cara yang ditempuh FISIP Uhamka demi membekali para mahasiswa dalam menghadapi tantangan dunia kerja. Misalnya, mendatangkan seorang wartawan senior untuk memberikan kuliah dan berbagi pengalaman.
Hingga usianya yang telah mencapai 10 tahun pada 2008 ini, FISIP Uhamka akan terus mempertahankan program Meet The Expert sebagai salah satu pembelajaran praktik di samping teori.
Dekan FISIP Uhamka, Dr Sri Mustika, MSi, yang diwawancarai di tengah perayaan HUT ke-10 FISIP Uhamka di Gedung Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Jakarta, baru-baru ini, mengatakan ia akan terus mendatangkan para pakar komunikasi setiap minggunya untuk memberikan kuliah kepada mahasiswa.
"Ada beberapa hal yang tidak dapat ditemukan mahasiswa di buku paket. Oleh karena itu, dengan adanya program Meet The Expert, mahasiswa dapat mendengarkan berbagai cerita dan pengalaman berharga yang secara nyata pernah dialami para narasumber," kata Sri yang telah menyandang gelar doktor Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Indonesia itu.
Salah satu contohnya, mahasiswa diajarkan oleh pakar bagaimana cara yang baik dalam menembus narasumber untuk sebuah wawancara. Mahasiswa diajarkan cara melobi narasumber dengan baik dan beretika serta sesuai dengan nilai-nilai jurnalisme.
Dengan demikian, imbuhnya, mahasiswa dapat belajar dari kesalahan para pakar tersebut agar kesalahan yang sama tidak kembali terulang. Selain itu, program Meet The Expert juga merupakan salah satu cara yang efektif bagi mahasiswa untuk membuka jaringan yang seluas-luasnya.
"Itu artinya, sejak masa pembelajaran di kampus, para mahasiswa sudah mengenal orang-orang penting yang berpengalaman di bidangnya," ujar Sri.
Ditambahkan, manfaat lain dari program Meet The Expert yang dapat dirasakan oleh mahasiswa adalah mereka juga dapat terlebih dahulu mengerti gambaran jelas mengenai dunia kerja yang sesungguhnya sehingga siap untuk terjun menjadi tenaga yang profesional dalam persaingan bisnis, khususnya industri media.
Selain Meet The Expert, program studi Ilmu Komunikasi, FISIP Uhamka juga memiliki empat program peminatan yang dapat diambil pada semester tiga, di antaranya, Komunikasi Massa, Kehumasan, Periklanan, dan Penyiaran.
Untuk dapat mendalami bidang peminatan yang tepat, setiap mahasiswa diharuskan mengikuti tes, yang sengaja digunakan sebagai langkah identifikasi di mana sesungguhnya minat masing-masing individu mahasiswa dalam mempelajari ilmu komunikasi.
Program peminatan diterapkan juga dalam rangka mengembangkan minat dan bakat mahasiswa yang beragam. Terlebih mengingat mahasiswa FISIP Uhamka berasal dari berbagai latar belakang pendidikan dan budaya.
Media "Online"Mengingat industri media saat ini yang semakin maju dan mengalami perkembangan yang pesat serta mengikuti perkembangan teknologi, dalam bidang komunikasi jurnalistik, Sri juga menekankan kepada seluruh mahasiswanya agar tidak hanya menulis, tetapi juga mahir dalam hal yang lain, seperti merancang sebuah website.
"Belakangan ini banyak media cetak yang memperlengkapi bisnis mereka dengan membuat sebuah website sehingga dapat diakses di mana dan kapan saja. Selain itu, kemampuan media online dalam mendokumentasikan berita dengan mudah juga menjadi salah satu alasan FISIP Uhamka mengasah kemampuan mahasiswa menguasai teknis media online.
Dalam menyiasati persaingan di dunia industri media yang semakin ketat, FISIP Uhamka juga telah berkomitmen menghasilkan lulusan-lulusan yang kompeten di bidangnya dan memiliki keunikan baik dalam hal keterampilan maupun personalitas. Sesuai dengan visinya, yaitu, mewujudkan Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dalam bidang komunikasi yang memiliki keunggulan intelektual, emosional, spiritual, dan kreativitas.
Sri menjelaskan, dengan cara demikian, lulusan-lulusan FISIP Uhamka diharapkan memiliki sesuatu yang berbeda dan tidak dimiliki oleh para sarjana dari universitas lain. Terlebih mengingat tenaga wartawan yang tidak hanya diambil dari disiplin ilmu komunikasi saja.
Ketika ditanyakan mengenai tenaga pengajar, Sri menjelaskan, seluruh dosen FISIP Uhamka yang diasuh oleh para dosen tetap persyarikatan Muhammadiyah didominasi dengan dosen berlatar belakang pendidikan terakhir jenjang S-2.
"Mengingat mahasiswa yang diajar adalah untuk jenjang S-1, maka kami menetapkan tenaga pengajar yang memiliki latar belakang pendidikan terakhir minimal S-2," katanya.
Selain itu, tenaga pengajar juga dilengkapi dengan dosen luar biasa dan dosen praktisi yang totalnya berjumlah 30 orang. 10 persen dari mereka adalah dosen dengan gelar S-3, 60 persen dosen bergelar S-2, dan dosen berlatar belakang pendidikan S-1 sebanyak 30 persen. Secara keseluruhan, tenaga pengajar di FISIP Uhamka didominasi dengan dosen berpendidikan jenjang S-3.
Salah seorang dosen tetap FISIP Uhamka yang mengajarkan mata kuliah Sistem dan Hukum Pers Indonesia, Abdullah Alamudi, mengatakan, dalam mengajar ia selalu menanamkan kejujuran dan etika dalam jurnalistik. Dalam hal penulisan berita pun ia juga selalu mengingatkan seluruh mahasiswanya untuk selalu mengutamakan verifikasi.
Menurutnya, verifikasi penting agar berita yang ditulis tidak mengandung fitnah dan berita bohong. Selain itu, ia juga menekankan bahwa wartawan yang jujur adalah wartawan yang memiliki usaha yang keras dalam mendapatkan berita. Bukan mendapatkan berita dengan meng-cloning dari wartawan lain. Karena tindakan tersebut termasuk dalam tindakan plagiat.
Ketika ditanyakan mengenai rencana FISIP Uhamka dalam jangka waktu dekat, Sri mengatakan, pihaknya akan melakukan peningkatan dalam hal sarana dan prasarana pembelajaran yang juga sangat penting dalam proses belajar mengajar. Sampai saat ini, sarana dan prasarana pendidikan seperti laboratorium sudah terpenuhi sebesar 50 persen. [WWH/R-8]