Admin Admin
Jumlah posting : 549 Registration date : 08.01.08
| Subyek: "Mark-up" Proyek Jalan Mencapai 40 Persen Fri May 23, 2008 1:29 pm | |
| SUARA PEMBARUAN DAILY "Mark-up" Proyek Jalan Mencapai 40 Persen [JAKARTA] Proyek pembangunan maupun perawatan jalan raya di Tanah Air terlalu banyak dikorupsi. Mark-up proyek pengerjaan jalan mencapai 40 persen dari nilai proyek yang sebenarnya. Akibatnya, masalah jalan rusak tidak pernah tuntas dan menjadi isu klasik hampir setiap tahun. Demikian rangkuman pendapat dan fakta lapangan yang dihimpun SP dari beberapa daerah, Kamis (22/5) dan Jumat (23/5), terkait masalah kerusakan jalan raya di Indonesia.
Sejumlah kontraktor jalan di beberapa daerah mengungkapkan bahwa mark-up terpaksa dilakukan karena sejak awal kontraktor harus menyetor sejumlah fee kepada pemberi proyek (pemerintah). Di Kupang, NTT, sudah sangat lazim terjadi pemberi proyek memotong langsung fee sebesar 15 persen dari total anggaran. Dengan minimal potongan sebesar 15 persen dari pemberi proyek, kemudian saya mengambil untung sedikitnya 25 persen, Anda bisa hitung sendiri berapa besar anggaran yang benar-benar untuk proyek jalan itu sendiri," ujar seorang kontraktor besar di Kupang, NTT, yang tak mau disebutkan namanya. Menurutnya, fee 15 persen itu angka paling mi- nimal untuk pemain lama, sementara para pemain baru bisa lebih dari itu.
Sementara di Bengkulu, fee tersebut minimal sebesar 10 persen. Menurut sejumlah kontraktor, mereka harus memberikan sejumlah upeti kepada pemberi kerja. Bahkan, upeti itu harus diberikan dimuka agar proyek yang diinginkan dimenangkan dalam tender. "Untuk menutupi biaya pengeluaran ini kita terpaksa harus mengabaikan kualitas. Kalau tidak seperti itu, kita tidak mendapat keuntungan," ujar seorang kontraktor yang enggan disebut namanya.
Pengamat transportasi dari Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, Ir Djoko Setijowarno mengatakan, masalah jalan rusak di Tanah Air sudah saatnya diperhatikan serius. Perlu penanganan sistematis dan reformatif terutama menyangkut pengawasan proyek. Sebab, pengawasan menjadi organ penting tapi selama ini sangat lemah, karena oknum pengawas banyak yang main mata dengan kontraktor sehingga jalan tak dibangun sesuai standar. ''Jalan yang seharusnya dapat bertahan sampai 10 tahun, sudah rusak dalam waktu kurang dari tiga atau empat tahun. Perawatan rutin tak banyak menolong karena dananya juga jadi ajang korupsi,'' tegasnya.
Djoko mengaku sulit menghitung berapa persen kasus mark-up proyek pembangunan jalan. Namun jika dibandingkan antara era Orde Baru dengan sekarang, terjadi peningkatan kualitas dalam hal korupsi uang negara. "Yang jelas ini semua seperti mafia. Kalau zaman Orde Baru yang korupsi pimpinannya, tetapi sekarang baik pimpinan maupun bawahan sama-sama korupsi. Ditambah lagi anggota DPR yang seharusnya berfungsi mengawasi jalannya proyek pembangunan jalan, namun ikut kongkalikong mengamankan dana proyek," ujarnya.
Penyakit Kronis
Kepala Pusat Studi Transportasi dan Logistik UGM, Dr Ir Heru Sutomo menyatakan, korupsi dan mark-up sudah menjadi penyakit kronis dan menular di seluruh lini kehidupan, terutama proyek-proyek yang dijalankan oleh pemerintah.
Dengan kondisi jalan raya yang makin mengenaskan, Heru berpendapat sudah saatnya masyarakat mendapat dukungan untuk melakukan class action, mengingat keberadaan institusi hukum belum berpihak pada hak masyarakat. [142/AHS/149/152/143] | |
|