Admin Admin
Jumlah posting : 549 Registration date : 08.01.08
| Subyek: "Archametric" Pendidikan Indonesia Wed Mar 25, 2009 2:27 pm | |
| "Archametric" Pendidikan IndonesiaKi Supriyoko Suara Pembaruan, Rabu 25 Maret 2009 Baru-baru ini, Atase Kebudayaan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Indonesia Anne D Grimes menginformasikan bahwa Presiden Obama berkeinginan untuk meningkatkan jumlah pelajar dan mahasiswa Indonesia yang belajar di AS menjadi dua kali lipat. Hal ini menjadi kebijakan pendidikan AS terhadap Indonesia.
Apakah kebijakan pendidikan tersebut ditentukan secara emosional mengingat pada masa kecilnya Obama pernah bersekolah di SD Negeri 01 Menteng Jakarta? Unsur emosional seperti itu mungkin saja ada, tetapi tentu tidak sepenuhnya.
Kalau kita lihat sejarah; Obama adalah intelektual dan akademisi sekaligus. Obama adalah alumnus Columbia University dan Harvard University yang sebelum menjadi presiden AS sempat berpraktik sebagai pengacara dan dosen ilmu hukum di University of Chicago. Dengan latar belakang seperti ini, diperkirakan dalam kebijakan pendidikan AS terhadap Indonesia terdapat pertimbangan mutualistik.
Bagaimana mungkin peningkatan jumlah pelajar dan mahasiswa Indonesia di AS dapat bersifat mutualistik. Logikanya sederhana: AS memiliki keunggulan dalam pendidikan, sehingga pemuda Indonesia dapat memanfaatkan keunggulan tersebut dengan belajar di AS. Sebaliknya, Indonesia memiliki keunggulan dalam pendidikannya, sehingga masyarakat AS dapat memanfaatkan keunggulan tersebut melalui pelajar dan mahasiswa di AS. Jadi, makin banyak pelajar dan mahasiswa Indonesia belajar di AS akan semakin terbukalah akses saling memanfaatkan keunggulan tersebut. Amerika memiliki keunggulan dalam pendidikan kiranya tidak perlu diragukan. AS memiliki keunggulan di bidang webometric; artinya pandai memanfaatkan teknologi informasi utamanya internet dalam menjalankan pendidikannya.
Kalau kita datangi sekolah-sekolah di AS, umumnya para guru serta siswanya sudah sangat akrab dengan internet. Kalau kita punya program internetisasi sekolah yang belum berhasil secara mulus, di AS hal itu sudah terlewati dengan lancar. Banyak ruang kelas pada SMA di AS yang dipasangi hotspot yang memungkinkan guru dan siswa bisa mengakses informasi dari internet secara gratis.
Pertengahan tahun lalu, Newsweek mengeluarkan daftar SMA terbaik di AS yang berisikan 1.300 sekolah menurut peringkatnya. Dalam The Top of The Class 2008, lima sekolah terbaik (the best five), masing-masing dipegang oleh, Basis Charter High School di Tucson, Arizona; Talented and Gifted High School di Dallas, Texas; Suncoast Community High School di Riviera Beach, Florida; Science Engineering Magnet High School di Dallas, Texas; dan Stanton College Preparation High School di Jacksonville Florida. Pada SMA seperti ini pemanfaatan teknologi informasi utamanya internet sudah sangat profesional. Bahkan, di sekolah yang tidak termasuk 1.300 terbaik pun pemanfaatan internet sudah membanggakan.
Bagaimana dengan perguruan tinggi? Di AS banyak perguruan tinggi yang sangat terkenal di dunia, sebut saja Harvard University di Cambride, Massachusetts; Princeton University di Princeton, New Jersey; Columbia University di New York City, New York; dan California Institue of Technology di Pasadena, California. Pada perguruan tinggi seperti ini pemanfaatan teknologi informasi, utamanya internet, sudah sangat profesional.
Itulah keunggulan pendidikan di AS. Teknologi informasi, utamanya internet, sudah dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan produktivitas pendidikan. Inilah yang dimaksud dengan keunggulanan dalam hal atau di bidang webometric.
Keunggulan Indonesia
Apakah sekolah dan perguruan tinggi di Indonesia mampu menyaingi keunggulan pendidikan di AS tersebut? Tidak; dalam hal pemanfaatan teknologi informasi memang tidak, namun Indonesia memiliki keunggulan di sisi lain, yaitu archametric. Keunggulan ini dimaksudkan kepandaian anak-anak Indonesia menerapkan berbagai disiplin ilmu dalam kehidupan; meski hal itu bukan disiplin yang ditekuninya.
Contoh ekstrem di Indonesia, banyak lulusan fakultas pertanian yang lebih jago menjadi kuli tinta daripada ahli pertanian. Mahasiswa pascasarjana saya di beberapa perguruan tinggi ada yang berlatar belakangnya birokrat, ilmuwan sosial, ahli hukum, pendidik, ahli administrasi, dan sebagainya, ternyata cukup mudah saya arahkan menjadi peneliti dan atau ahli statistik. Semula merek "buta" angka; namun dalam satu dua semester mereka sudah sangat akrab dengan formulasi perangkaan.
Di luar negeri, termasuk di AS, banyak anak-anak Indonesia yang "mengejutkan" dalam hal berprestasi. Semula pelajar dan mahasiswa Indonesia di luar negeri banyak disepelekan karena harus mempelajari hal yang baru, namun akhirnya bisa membuat surprise dengan prestasi gemilang meskipun harus membelok ke disiplin lain.
Anak-anak sekolah kita pun demikian halnya dalam hal budi pekerti. Dengan metoda keteladanan ternyata penanaman budi pekerti mudah dilakukan; dan inilah salah satu keunggulan pendidikan kita. Dan itu pulalah archametric pendidikan Indonesia.
Jadi, penambahan jumlah pelajar dan mahasiswa Indonesia yang belajar di AS di samping menguntungkan Indonesia juga menguntungkan AS. Itulah hebatnya AS dan itu pulalah hebatnya Obama; seorang intelektual dan akademisi yang berhasil menjadi presiden AS. Penulis adalah pamong Tamansiswa, pembina Sekolah Unggulan "Insan Cendekia" Yogyakarta | |
|