Admin Admin
Jumlah posting : 549 Registration date : 08.01.08
| Subyek: Krisis Daya Beli Mengancam Tue May 06, 2008 3:03 pm | |
| Krisis Daya Beli Mengancam Pendapatan Petani Sulut tak Sebanding Kenaikan Harga Barang Anak Sekolah Tondano Pante Mulai ‘Bertumbangan’ MANADO- Pemerintah Sulut boleh optimis Bumi Nyiur Melambai tak bakalan mengalamai krisis pangan, seperti dialami daerah lain. Hanya saja, buntut terjadinya dua persoalan besar yang melanda dunia yakni naiknya harga minyak dan terjadinya krisis pangan, ancaman krisis daya beli masyarakat Sulut sangat besar. Sebab, kenaikan harga barang tak seimbang dengan penghasilan sebagian besar masyarakat Sulut yang berprofesi petani. Bambang, pekerja perkebunan yang kini memilih kerja di salah satu tambang emas di kawasan Doloduo mengaku, penghasilannya pas pasan. Sebagai penggarap kebun, ia hanya mendapat gaji Rp 40 ribu per hari. Padahal, ia harus membiayai tiga anaknya yang sedang sekolah. “Untuk transport kita pe anak tiga tiap hari so Rp 30 ribu, blum mo makan, nda mo cukup,” jelas pria asal Jawa itu. Ia mengaku sempat beralih sebagai buruh bangunan, namun pendapatannya tidak beda jauh yaitu sebesar Rp 50 ribu per hari. Dan ternyata masih kurang untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga. Harga semua kebutuhan pokok dan komoditas yang makin tak terjangkau membuatnya kewalahan. Pantauan koran ini, saat ini saja, masyarakat di Minahasa lebih khusus Tondano Pante sudah sangat susah. Apalagi 2008 ini, boleh dikata tidak ada panen cengkih. Bahkan, banyak anak-anak yang sekolah di SMA/SMK di Tondano, Tomohon dan Manado, mulai ‘bertumbangan’ karena orang tua tak mampu. “Di desa saya saja, ada banyak siswa yang lagi sekolah di Tomohon dan Manado, sudah pulang kampung karena keterbatasan dana,” tukas Sekdes Ranowangko II Kecamatan Kombi Hetty Sangian. Ia berharap, pemerintah bisa mencari solusi terbaik terkait ancaman krisis. Jen Tatuh selaku dosen sosial ekonomi Fakultas Pertanian Unsrat melihat, selama ini kebijakan pembangunan pertanian dan agribisnis di Indonesia belum fokus pada kesejahteraan petani. Krisis pangan saat ini pun hanya memikirkan peningkatan produksi. “Harus diakui kalau kesejahteraan petani belum menjadi prioritas pemerintah, yang diutamakan hanya peningkatan produksi,” ujarnya. Ia menilai kenaikan harga bahan pangan seperti beras harusnya meningkatkan pendapatan petani. Tapi kenaikan harga relatif kecil dibanding harga input modern. Kenaikan harga jual bahan pangan seperti beras diikuti dengan meroketnya harga pupuk dan obat-obatan, jadi pendapatan petani tidak bergerak naik, bahkan turun. Ia menambahkan, 6 bulan ke depan harga pangan seperti beras akan terus naik diakibatkan kenaikan harga beras dunia. Di Vietnam dan Thailand harga beras pada perdagangan Sabtu (3/5) lalu telah mencapai Rp 10 ribu per kilogram. Padahal dua pekan sebelumnya hanya Rp 7 ribu per kilogram. Kenaikan harga beras di Indonesia nantinya akan ikut naik karena mekanisme pasar. Sehingga ini tidak bisa dikendalikan. Lebih lanjut, ia menilai kalau langkah pemerintah dengan berbagai program untuk peningkatan kesejahteraan petani sudah benar. Namun dengan kondisi ini pemerintah harus mengendalikan harga input modern. Agar pendapatan petani dan pekerja pengolah bisa meningkat dengan kenaikan harga ini. Karena jika tidak petani tidak akan menikmati keuntungan dari kenaikan harga ini. Soal krisis pangan, menurutnya, tidak akan terhindarkan. Namun tidak akan parah hingga akan banyak ditemukan busung lapar. Karena saat ini program pemerintah untuk meningkatkan produktifitas tidak diimbangi dengan meningkatnya motivasi petani. Program swasembada pangan sangat sulit bisa dicapai dengan kondisi saat ini. Dr Lucky Longdong selaku kepala Bappeda Sulut mengungkapkan kalau harga beras di Sulut akan naik menyesuaikan dengan harga beras dunia. Walaupun nantinya akan ada stabilisasi harga. Namun, pendapatan petani khususnya penggarap dan buruh tani masih belum menjanjikan. Hanya petani pemilik lahan yang sedikit menikmati keuntungan dari produksi dan kenaikan harga tersebut. Apalagi budaya petani yang suka ngutang membuat hasil panen hanya digunakan untuk menutupi utang yang biasanya sudah ditambah bunga. Kenaikan ini, menurut Longdong, akan membawa dampak negatif bagi masyarakat miskin perkotaan yang tidak memiliki akses terhadap pangan. Kenaikan BBM dan kebutuhan pokok lainnya makin mempersulit kehidupan mereka, “Masyarakat perkotaan yang paling meraskan dampak negatif dari kenaikan ini,” ujarnya. Kadis Pertanian dan Peternakan Sulut Herry Rotinsulu mengungkapkan, selama ini pemerintah telah berupaya membantu petani dan semua komponen yang terlibat dalam sektor pertanian dan perkebunan. Salah satunya ketentuan penjualan pupuk sesuai HET. “Tidak benar kalau harga pupuk terus naik, karena dijual sesuai HET. Yang naik adalah harga jual Herbisida dan obat-obat lain yang diproduksi swasta,” katanya. Bukan hanya itu, berbagai program lain seperti pemberian bantuan benih dan program padat karya yang saat ini sedang disalurkan kab/kota kepada petani sebesar Rp20 M. Ia menambahkan, perlu dilakukan pemberdayaan lahan oleh semua pihak. Bukan hanya pemerintah, tapi masyarakat, swasta dan semua pihak. Agar kenaikan harga beras yang tidak bisa dihindari akibat kenaikan dunia bisa diantisipasi.(cw-01)
| |
|