Riset Lemah, Perguruan Tinggi Indonesia Terpuruk[JAKARTA] Lemahnya budaya riset di dunia perguruan tinggi membuat universitas-universitas ternama di Tanah Air tidak bisa bersaing di level regional dan internasional. Pernyataan itu dikemukakan guru besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Ali Khomsan kepada SP di Jakarta, Rabu (30/1), terkait belum masuknya universitas di Indonesia pada peringkat atas universitas di kawasan Asia Pasifik.
"Dunia riset Indonesia belum ideal. Hal itu mempengaruhi peringkat di internasional. Selain itu, sedikitnya universitas yang masuk peringkat bisa juga karena tidak mengisi formulir penelitian dari pihak penyelenggara penelitian," ujarnya.
Ali menambahkan rendahnya peringkat di lingkup internasional bukan sebagai acuan untuk menyebut universitas-universitas di Indonesia jelek. Saat ini, mahasiswa Indonesia tidak kalah dengan mahasiswa luar negeri. Buktinya, banyak yang berprestasi dalam kompetisi bertaraf internasional.
"Kualitas Indonesia tidak kalah dengan bangsa lain. Ada beberapa faktor pendukung yang harus diperhatikan, di antaranya alokasi anggaran untuk pendidikan dari pemerintah," kata Ali.
Pakar pendidikan dari Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta, Marcellino mengakui penelitian belum menjadi budaya di perguruan tinggi. Sebab, anggaran yang disediakan untuk riset amat minim. "Di banyak perguruan tinggi, anggaran untuk melakukan riset sangat terbatas. Kalaupun ada, para dosen yang memang tidak berminat melakukan penelitian," katanya di Jakarta, Kamis (31/1).
Tentang budaya meneliti yang masih rendah di kalangan dosen, Marcellino menyatakan antara lain disebabkan political will pimpinan perguruan tinggi yang lemah. Apalagi, dalam melakukan penelitian dibutuhkan biaya yang sangat mahal. "Karena itu, pihak perguruan tinggi harus benar-benar memotivasi pengajarnya melakukan riset," katanya.
Senada dengannya, pengamat pendidikan dari Universitas Indonesia, Dr Arif Gosita menyatakan agar perguruan tinggi Indonesia mampu bersaing secara global diperlukan perbaikan kualitas sumber daya manusia. "Perbaikan harus dilakukan oleh Pemerintah Indonesia. Perbaikan bisa dimulai dari hal yang sederhana, seperti kualitas keluarga, orangtua yang dengan baik mendidik anak-anak agar kualitas sumber daya manusia menjadi lebih baik," katanya.
Ubah Pola Pikir
Menanggapi hal itu, Dirjen Dikti Depdiknas Fasli Jalal mengatakan untuk meningkatkan peringkat secara internasional perlu dilakukan internasionalisasi program-program di perguruan tinggi. Komponennya meliputi, standar, kurikulum, bahasa, kerja sama secara internasional, serta keterlibatan mahasiswa dan dosen asing. Selain itu, ada penelitian internasional bersama lembaga-lembaga asing.
Dia mengakui kualitas sebagian besar perguruan tinggi di Indonesia masih rendah, sehingga belum mampu bersaing di tataran internasional. Karena itu, diimbau pengelola perguruan tinggi mengubah pola pikir dan mengacu kepada kualitas pendidikan internasional.
"Pemerintah mendorong perguruan tinggi nasional untuk mengembangkan diri, sehingga mencapai peringkat yang terpandang di dunia internasional. Karena sampai kini sebagian besar kualitas PT masih sangat jauh dari apa yang diharapkan," katanya.
[DMP/WWH/W-12]
Last modified: 31/1/08