Admin Admin
Jumlah posting : 549 Registration date : 08.01.08
| Subyek: Masa Depan Pertanian Kelabu Sun Aug 03, 2008 11:50 am | |
| Pasca-SNM PTN Masa Depan Pertanian Kelabu SUARA PEMBARUAN DAILY [MAKASSAR] Rendahnya minat calon mahasiswa untuk masuk ke fakultas rumpun pertanian atau agrokompleks, yaitu pertanian, peternakan, perikanan dan kelautan, serta kehutanan, beberapa tahun terakhir, akan membuat masa depan pertanian kelabu. Apalagi penurunan minat masuk fakultas pertanian tersebut, terutama di luar Pulau Jawa mencapai 30-40 persen dibanding tahun sebelumnya.
Kondisi itu sangat memprihatinkan, padahal aktivitas masyarakat pada bentangan agrokompleks cukup luas, mulai dari proses pembenihan, pembesaran, pemanenan, hingga pemasaran. Semua aktivitas itu, ada di lapangan dan memberikan lapangan pekerjaan.
Demikian rangkuman pendapat dari Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Prof Dr Dasron Hamid, Pembantu Rektor (Purek) I Unhas, Prof Dr Dadang Achmad Suryamihardja, dan Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof Dr Ir Yonni Koesmaryono yang dihubungi SP secara terpisah, Jumat (1/8) dan Sabtu (2/8).
Terkait penurunan minat mahasiswa terhadap fakultas pertanian, IPB kata Koesmaryono, telah diminta Ditjen Dikti Depdiknas untuk melakukan analisis mendalam terhadap fenomena tersebut. Untuk analisis fenomena ini IPB membentuk tim yang akan melakukan analisis dan sebagai ketua ditunjuk Dr Syafrida Manuwata.
Khusus IPB, Koesmaryono menyatakan, pihaknya terus - menerus melakukan promosi ke SMA-SMA dan kepada para kepala daerah setiap ada kesempatan pertemuan. Tak ketinggalan para alumnus IPB yang tersebar di seluruh Indonesia. Diakui, tak ada catatan lengkap, tetapi tahun 2007 memang sudah ada penurunan meskipun tak besar seperti tahun ini yang cukup besar diperkirakan penurunan sampai 30 - 40 persen.
Kebijakan Pemerintah
Soal penyebabnya, Dasron Hamid berpendapat, antara lain, karena kondisi pertanian di Indonesia yang memprihatinkan, pelaku usaha dan universitas yang kurang berpromosi, sehingga calon mahasiswa tidak terpikat, serta nama fakultas yang kurang adaptif. Keengganan calon mahasiswa memilih jurusan pertanian terkait erat dengan kebijakan pemerintah yang tak berkiblat ke pertanian.
Selain karena makin menyempitnya kesempatan kerja di bidang pertanian, kondisi pertanian di Indonesia memang memprihatinkan. Penurunan minat calon mahasiswa ke fakultas pertanian juga disebabkan bayang-bayang kelabu masa depan pertanian Indonesia.
"Memang ada yang berasumsi bahwa sarjana pertanian akhirnya harus berhadapan dengan cangkul dan lumpur. Ini juga cukup mencemaskan dan selama teknologi pertanian tidak mendapat tempat di negeri ini, niscaya jurusan-jurusan pertanian akan terus menyusut," tambahnya.
Senada dengannya, Dadang menyatakan mungkin sudah saatnya nama-nama fakultas rumpun pertanian diganti untuk beradaptasi dengan kondisi saat ini. Paling tidak diperlukan nama-nama yang keren. Misalnya, fakultas agrobisnis, dan lainnya.
Sedangkan, Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Unhas, Dahlan Abubakar mengatakan calon mahasiswa memang lebih berpeluang di fakultas rumpun pertanian, karena kursinya lebih banyak. Bahkan, biaya yang dikeluarkan calon mahasiswa yang masuk lewat jalur nonsubsidi reguler juga lebih ringan. "Untuk fakultas kedokteran bisa mencapai Rp 100 juta, sedangkan pertanian hanya Rp 15 juta," katanya.
Sebaliknya, Kepala Humas Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Suryo Baskoro menyatakan fakultas teknologi pertanian UGM dengan tiga program studi, yakni teknik pertanian, teknologi industri pertanian, serta teknologi pangan dan hasil pertanian, tidak pernah sepi peminat.
"Khusus UGM mungkin kondisinya berbeda, sebab setiap tahun kita kebanyakan menolak daripada mencari. Meski pamor pertanian di negeri ini turun drastis, namun calon mahasiswa UGM tidak pernah menyusut," ujarnya.
Secara terpisah, Pembantu Rektor Bidang Akademik Institut Teknologi Bandung (ITB), Adang Surahman menyatakan pihaknya bakal mempertahankan program studi yang minim peminatnya. Menurut dia, kampus harus bertanggung jawab terhadap pengembangan keilmuan. "Astronomi misalnya, tetap dibuka karena satu-satunya di Asia Tenggara," katanya. Program studi di ITB yang terbilang kurang peminat adalah meteorologi, astronomi, dan oseanografi. Ketua Prodi Oseanografi ITB,
Ivonne M Radjawane mengungkapkan pengetahuan oseanograsi masih belum tersosialisasi dengan baik. Pemerintah saja baru mendirikan Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) pada 1999. "Indonesia itu 70 persennya laut. Tenaga ahlinya masih sedikit," ujarnya.
Menurut Wakil Rektor IPB, Yonni penurunan minat terhadap program studi pertanian ini terjadi terutama di luar Jawa seperti di Universitas Mulawarman, Universitas Trunajaya di Bangkalan Madura, Universitas Jember, sedangkan di IPB dan UGM, tak ada masalah.
"Tapi, IPB punya kewajiban moral atas turunnya minat generasi muda terhadap program studi pertanian ini. Mengapa pada saat terjadi krisis pangan sekarang ini minat anak bangsa ke bidang pertanian menurun," ujar Yonni.
Guru Besar Institut Pertanian Bogor, Prof Dr Hidayat Syarief menilai, penyebab rendahnya minat mahasiswa ke pertanian, karena ada penilaian bahwa prospek pertanian akan makin rendah. Karena itu, lanjutnya, sebaiknya PTN dan Ditjen Dikti harus merestrukturisasi program studi di fakultas-fakultas pertanian agar tetap menarik.
Membantah
Sementara itu, Sekretaris Direktorat Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional (Sesditjen Dikti Depdiknas) Suryo Hapsoro Sabtu (2/8) pagi masih saja membantah terjadinya penurunan minat mahasiswa ke pertanian. Dia menegaskan, panitia SNM PTN sampai saat ini masih mengolah data jumlah mahasiswa yang diterima di PTN, termasuk pilihan fakultas yang banyak diminati atau kurang diminati.
Dia mengemukakan, data yang dilansir di beberapa media belum tentu benar. "Lha, datanya saja masih kami olah," katanya.
Ditanyakan, jika nanti hasil pengolahan data menunjukkan bahwa Fakultas Pertanian kurang diminati calon mahasiswa, Hapsoro mengemukakan, jika benar maka akan ada evaluasi terhadap Fakultas Pertanian. "Tentu Dikti akan mengkajinya. Apa penyebabnya? Apakah perlu diperbaiki kurikulumnya atau lainnya," katanya. [HR/152/ 153/148/W-12/E-5] | |
|