Pertamina Khawatir Terjadi Kekacauan
SP/YC Kurniantoro
Petugas mengisi premium ke kendaraan pelanggannya di SPBU di Jalan Panjang, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Sabtu (9/2). Pemerintah akan membatasi konsumsi premium dan solar bersubsidi sebesar 40 persen untuk wilayah Jabodetabek dengan menggunakan kartu pintar (smart card) atau kartu pengendali.
[JAKARTA] PT Pertamina (Persero) meminta pembatasan premium dan solar subsidi dengan menggunakan kartu pintar (smart card) atau kartu pengendali disiapkan secara matang.
Dirut Pertamina Ari H Soemarno di Jakarta, Jumat (8/2) mengatakan, jika tidak disiapkan matang, maka pihaknya khawatir akan terjadi kekacauan dalam pelaksanaannya.
"Kalau terjadi antrean di SPBU (stasiun pengisian bahan bakar umum), nanti Pertamina juga yang disalahkan," katanya.
Menurut dia, Pertamina akan menjadi tumpuan kekesalan masyarakat jika terjadi kekacauan program karena BUMN itulah yang menjual BBM ke konsumen.
Namun, Ari mengatakan, jika disiapkan secara matang dan dilakukan bersama-sama pihak terkait, pembatasan premium dan solar bisa dilakukan dengan baik.
Pemerintah berencana memulai program pembatasan premium dan solar bersubsidi dengan menggunakan kartu pengendali pada Mei 2008.
Pada tahap awal, pembatasan akan dilakukan di wilayah Jabodetabek dan selanjutnya mencakup seluruh Jawa dan Bali hingga akhir 2008.
Potensi penghematan melalui pembatasan premium dan solar bersubsidi akan mencapai Rp 7-8 triliun di tahun 2008.
Smart card yang memiliki deretan kode angka (bar code) ditempelkan permanen di kaca mobil depan yang setiap kali masuk ke SPBU akan dibaca dengan alat pemindai.
Alat pemindai tersebut terhubung dengan komputer yang di dalamnya terdapat data kepemilikan kendaraan atau STNK.
Kekhawatiran Pertamina juga dilontarkan Ketua DPR Agung Laksono.
Agung mengatakan, rencana pemerintah untuk mengeluarkan kartu kendali bagi pembelian minyak tanah dan smart card yang dipakai untuk konsumsi premium serta solar, harus dilakukan disosialisasikan dan dipersiapkan dengan matang. Pasalnya, rencana yang bertujuan untuk mengurangi subsidi bahan bakar minyak itu akan kacau jika pada tingkat implementasi justru tidak dipersiapkan dengan cermat.
Ia menegaskan, perlu ada sosialisasi baik di SPBU, penyalur maupun konsumen yang memakai smart card tersebut.
"Jangan pada tingkat implementasi kacau, ada problem di lapangan. Kata-kata smart card tapi kalau yang menggunakan tidak smart (cerdas) apa lagi kalau rakyat kecil yang menggunakan smart card. Jadi perlu ada sosialisasi yang intens dan perlu ada kejelasan," tegas Agung.
Anggota Komisi VII DPR Tjatur Sapto Edy memperkirakan, pembatasan BBM lewat kartu kendali akan kacau. Dia merujuk pengalaman pembagian kartu bantuan langsung tunai (BLT) sebagai kompensasi kenaikan harga BBM pada Oktober 2005.
Menko Perekonomian Boediono menjelaskan, pemerintah terus mengkaji langkah pembatasan BBM bersubsidi. Namun, pemerintah berjanji tetap mempertahankan subsidi bagi angkutan umum. "Utamanya adalah agar yang mampu membayar jangan menikmati subsidi," tegas Boediono di Jakarta, Jumat (8/2).
Pembatasan subsidi BBM itu bertujuan untuk meringankan APBN akibat kenaikan harga minyak mentah dunia. "Mekanisme yang sekarang sedang digarap. Tujuannya yang mampu tidak disubsidi dan yang tidak mampu disubsidi," tutur Boediono.
Tjatur Sapto Edy meminta pemerintah membicarakan rencana pembatasan BBM dengan DPR. Sebab, hal ini terkait kuota BBM. Selain itu, pemerintah juga belum memiliki data lengkap untuk penerima kartu kendali. "Bagaimana mau diterapkan Mei bila serba mendadak seperti ini?"
Naikkan Harga
Head of Research CreditSuisse Mirza Adityaswarra mengatakan, pemerintah sebenarnya tetap mempertahankan defisit APBN 2008 sebesar 1,7 persen atau sekitar Rp 73,3 triliun dari produk domestik bruto (PDB). Namun, pengurangan volume konsumsi premium dan solar bisa menciptakan ekspektasi naiknya inflasi.
Dia memperkirakan, proses pendataan kendaraan belum tentu selesai dalam tiga bulan. "Penggunaan smart card dikhawatirkan menciptakan antrean panjang di SPBU," kata Mirza.
Langkah itu bisa mendorong laju inflasi. Saat ini, inflasi telah bertengger 7,4 persen, jauh dari target inflasi tahun ini sebesar 6,6 pesren. Idealnya, menurut Mirza, untuk mempertahankan defisit APBN 1,7 persen di sektor migas adalah menaikkan harga premium dan solar 10 persen. "Walaupun ini tidak cukup populis di mata masyarakat, ini yang paling rasional," ujar dia. [L-10/Ant/M-6]
Last modified: 8/2/08