www. alumnifatek.forumotion.com
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.
www. alumnifatek.forumotion.com


 
IndeksIndeks  PortailPortail  PencarianPencarian  Latest imagesLatest images  PendaftaranPendaftaran  Login  KawanuaKawanua  Media Fatek OnlineMedia Fatek Online  KAMPUSKAMPUS  

 

 Universitas dan Dunia Usaha Harus Bekerja Sama

Go down 
PengirimMessage
Admin
Admin
Admin


Jumlah posting : 549
Registration date : 08.01.08

Universitas dan Dunia Usaha Harus Bekerja Sama Empty
PostSubyek: Universitas dan Dunia Usaha Harus Bekerja Sama   Universitas dan Dunia Usaha Harus Bekerja Sama Icon_minitimeWed Mar 04, 2009 3:31 pm

Universitas dan Dunia Usaha Harus Bekerja Sama

Indonesia Abaikan Riset


Universitas dan Dunia Usaha Harus Bekerja Sama 030309an


Suara Pembaruan, Rabu 03 Maret 2009

[MAKASSAR] Indonesia masih mengabaikan fungsi dan peran lembaga riset, baik di perguruan tinggi maupun lembaga riset milik pemerintah. Hal itu tercermin dari minimnya dana riset, jauh di bawah negara-negara lain. Padahal, hasil-hasil riset di bidang teknologi, sangat diperlukan untuk mewujudkan kemandirian bangsa di segala bidang kehidupan.

Demikian kesimpulan dari rangkuman pandangan Rektor Universitas Hasanuddin (Unhas), Makassar, Idrus Andi Paturusi, Rektor Institut Teknologi Bandung (ITB), Djoko Santoso, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Pertanian Departemen Pertanian, Gatot Irianto, dan Kepala Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP) Departemen Kelautan dan Perikanan, Gellwynn Yusuf, secara terpisah, di Senin (2/3) dan Selasa (3/3).

Pandangan mereka menanggapi pernyataan Wakil Presiden Jusuf Kalla, yang meminta pemanfaatan dan penerapan teknologi guna mewujudkan kemandirian bangsa. Dalam pidato peringatan Dies Natalis ke-50 ITB, di Bandung, Senin, Kalla mengungkapkan, kemandirian yang diperoleh melalui kualitas riset, jangan sampai melupakan peran dunia usaha. "Tanpa kerja sama, itu (riset teknologi) hanya jadi kebanggaan kampus," ujarnya.

Kalla menilai, masih banyak lembaga penelitian yang berfungsi seperti museum dan tidak mengembangkan riset teknologi. "Saya kecewa. Seharusnya jangan hanya melihat masa lalu tapi ke masa depan," ujar dia.

Dia mencontohkan, kemampuan orang Indonesia sebenarnya tidak kalah dengan orang asing.

Di sela-sela lawatannya ke AS beberapa waktu lalu, Kalla sempat singgah di Alaska dan bertemu dengan insinyur asal Indonesia yang bekerja di perusahaan tambang asing. "Luar biasa mereka kerja di sana. Mengapa di Indonesia masih banyak orang asing?" tuturnya.

Dia menambahkan, kemajuan dalam riset dan teknologi itu, sambung Kalla, salah satunya terlihat dari banyaknya paten yang didapat kelompok riset.

Faktor Biaya

Menanggapi hal sorotan tersebut, Idrus mengungkapkan, biaya penelitian yang diberikan pemerintah ke kampus-kampus sangat minim. "Kalau mengandalkan biaya penelitian Rp 10 juta untuk satu paket, kita tidak tahu kualitas penelitiannya seperti apa. Sekarang sudah mulai naik Rp 50 juta sampai Rp 100 juta per paket," ungkapnya.

Di Unhas, misalnya, tahun ini menganggarkan biaya riset Rp 10 miliar, yang akan dialokasikan untuk 100 jenis penelitian.

Idrus mengatakan, idealnya banyak hak paten yang bisa dihasilkan dari riset yang dilakukan banyak perguruan tinggi di Indonesia. Untuk itu, pengelola perguruan tinggi di Indonesia sudah mengusulkan agar tiap penelitian didukung dana Rp 250 juta. "Ini untuk memotivasi orang melakukan riset. Kalau ada temuan berarti ada hak paten. Itu artinya mereka bisa mendapatkan royalti," jelasnya.

Secara terpisah, Djoko Santoso mengakui masih minimnya hak paten yang diperoleh dari riset yang dilakukan ITB. Dari 89 kelompok riset yang ada, baru diperoleh 20 hak paten. Untuk menambah pencapaian hak paten itu, ITB sudah menambah dana risetnya sejak tiga tahun lalu, dari Rp 27 miliar menjadi Rp 42 miliar tahun lalu.

Belum lama ini, Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) Hudi Hastowo menuturkan, karena kekurangan dana diseminasi maka banyak hasil penelitian Batan yang tidak dikenal masyarakat, sehingga belum dimanfaatkan. Minimnya dana diseminasi itu juga disebabkan anggaran Batan yang besarnya Rp 380 miliar setahun.

Dari jumlah itu, 70 persen merupakan dana operasional, termasuk biaya gaji pegawai.

Praktis, ujarnya, sekitar 25-28 persen untuk penelitian. Sedangkan, dana diseminasi berkisar Rp 1-2 miliar setahun.

Lebih lanjut dikatakan, dengan anggaran penelitian yang minim, alokasi dana untuk bidang pertanian hanya sekitar Rp 500 juta per tahun.

Padahal, untuk riset pertanian, seperti benih padi, memerlukan tanah yang harus disewa karena Batan tidak memiliki lahan.

Untuk mengembangkan benih padi sampai memperoleh izin lepas dari Departemen Pertanian, harus melalui uji multilokasi yang memakan biaya.

Sektor Pertanian

Sementara itu, Gatot Irianto menjelaskan, sejauh ini hasil-hasil penelitian Balitbang Deptan yang sudah teruji dan memenuhi syarat, telah diaplikasikan atau dilepas ke masyaralat. Sekitar 95 persen benih padi yang sudah dimanfaatkan petani di Tanah Air, misalnya, dihasilkan oleh Balitbang Pertanian.

"Demikian halnya benih kedelai yang digunakan petani di Indonesia, 100 persen dari Balitbang Pertanian. Sedangkan jagung sekitar 40 persen," ungkapnya.

Terkait hal itu, Gatot mengakui, peran riset pertanian sangat signifikan di kemudian hari. Pasalnya, sektor pertanian menghadapi tantangan cukup berat, antara lain laju pertumbuhan penduduk yang tinggi dan meningkatnya konsumsi, serta luas areal pertanian yang terus menyusut karena banyaknya alih fungsi lahan. "Jadi perlu pendekatan teknologi untuk meningkatkan produktivitas sebanyak mungkin pada areal yang sama," jelasnya.

Dia mengingatkan, riset di Indonesia tidak bisa dibandingkan dengan negara maju yang memiliki dana sangat besar. Namun, semua pihak harus memanfaatkan yang ada, termasuk tenaga ahlinya.

Hal senada dikemukakan Gellwynn Yusuf. Menurutnya, sudah menjadi tugas Litbang di DKP untuk melakukan riset. Namun diakui, tidak semua hasilnya bisa langsung diaplikasikan.

"Riset kami lebih ditekankan untuk menghasilkan dan mengimplementasikan teknologi. Implementasi dan peningkatan produksi terkadang terkendala iklim, serangan penyakit, dan permodalan," ujarnya.
Kembali Ke Atas Go down
https://alumnifatek.indonesianforum.net
 
Universitas dan Dunia Usaha Harus Bekerja Sama
Kembali Ke Atas 
Halaman 1 dari 1
 Similar topics
-
» Profesor Termuda di Dunia
» Jembatan Tertinggi Di Dunia
» Peringkat Universitas Terbaik Di Indonesia
» Ini Dia, Rahasia Tingkatkan Kinerja Universitas!
» Jembatan Selat Sunda bakal Terpanjang di Dunia

Permissions in this forum:Anda tidak dapat menjawab topik
www. alumnifatek.forumotion.com :: Halaman Utama :: Tampilan Pada Portal-
Navigasi: