anwarp
Jumlah posting : 122 Location : Jakarta Registration date : 16.01.08
| Subyek: Pisang Goreng Goroho Mon Mar 03, 2008 4:37 pm | |
| Pisang Goreng GorohoOleh: Denni Pinontoan Suatu hari, di pojok terminal Karombasan. Tepatnya di sebuah rumah kopi. Aku kebetulan berada di rumah kopi itu. Masuk dan langsung memesan kopi susu. Biapong (bakpao) tak aku lihat di lemari. Pemilik sekaligus merangkap pelayan rumah kopi itu mengatakan, di rumah kopinya hanya jual pisang goreng. Aku pun akhirnya memesan juga pisang goreng itu. Harganya Rp 1000 per pisang goreng. Sambil menunggu pesanan kopi susu dan pisang goreng di-hidangkan, dengan santainya melepaskan kelelehan, aku mengisap sebatang rokok. Be-berapa orang laki-laki tampak dengan santai tapi serius mem-bicarakan beberapa hal. Aku tak terlalu simak apa yang se-dang mereka percakapkan. Beberapa menit kemudian, ko-pi susu dan pisang goreng yang aku pesan datang. Kopi susu yang dihidangkan sepintas sama dengan kopi susu yang ada ru-mah-rumah kopi Kawangkoan. Tapi aku sedikit terkejut dengan hidangan pisang goreng yang ki-ni telah tersaji di meja kecil di depanku. Aku memang terkejut, karena yang aku kira pisang go-reng yang dimaksud adalah pi-sang goreng seperti kebanyakan, yaitu potongan-potongan pisang yang dicampur tepung terigu ke-mudian digoreng. Tapi, pisang goreng yang ada di depanku adalah pisang jenis goroho, yang dikupas kulitnya, isinya dibelah dua kemudian di-goreng tanpa dicampur dengan tepung terigu. Teman dari pisang goreng itu adalah dabu-dabu ikang roa. Aku terkejut dengan pisang goreng yang satu ini. Bukan ka-rena tidak biasa makan pisang goreng yang begitu, melainkan lebih soal kenapa di tempat itu, di Karombasan Manado, orang masih menjual di rumah kopi-nya jenis pisang goreng seperti yang aku sering makan di kam-pung. Apakah ini tidak keting-galan zaman? Bagaimana de-ngan minat pembeli? Tapi, begitu menyantapnya bagian perbagian, aku merasa-kan sesuatu yang lain dalam konteks perkotaan seperti itu. Pisang goreng goroho, tanpa di-campur tepung terigu, kemudi-an ditambah dabu-dabu ikang roa, ternyata seolah-olah mem-bawaku ke alam yang sangat akrab denganku, yaitu kam-pung atau wanua-ku. Sejenak terasa sedang berada di rumah-ku, jauh dari Kota Manado, di sebuah tempat di Minahasa Se-latan, sebuah kampung yang nilai kebersamaan dan solidari-tasnya masih tumbuh, meski memang sudah tidak terlalu su-bur. Dengan menyantap pisang goreng goroho, yang hanya dibe-lah dua itu, aku tersadar, beta-pa apa yang menurut orang lain sudah kuno, ternyata mampu memberiku kesadaran, bahwa apa yang khas lokal kita, adalah sesuatu yang masih punya ba-nyak makna di tengah hiruk pi-kuk kehidupan yang modern ini Sambil menyantap dengan lahapnya pisang goreng goroho itu, di meja yang berdekatan de-nganku, seorang laki-laki yang kira-kira berusia 40-an tahun sedang membaca Harian Ko-mentar, yang halaman depan-nya ada judul berita: “Terkait Penolakan Pengoperasian PT MSM: OCK Ancam Arbitrase, DPRD Support Gubernur.” (Ko-mentar, Rabu, 20 Februari 2008). Isi dari berita itu adalah tentang hearing yang digelar oleh Komisi A DPRD Sulut ter-kait pengoperasian PT MSM (PT Meares Soputan Mining). Kisah di rumah kopi itu, soal pisang goreng goroho dan kon-troversi pengoperasian PT MSM, dalam perenunganku, sebe-narnya sangat terkait erat de-ngan pembicaraan kesadaran lokal kita. Pertama, bahwa pi-sang goreng goroho, sebenarnya adalah kekhasan lokal kita, yang kebetulan itu masuk da-lam wilayah kuliner. Kesadaran lokal adalah sikap kita yang sa-dar terhadap identitas dan ke-pentingan lokalitas kita. Nah, kedua, kontroversi PT MSM, menurut saya justru sedang menguji kesadaran dan keber-pihakan kita terhadap lokalitas kita. Akhirnya memang yang terjadi adalah pisang goreng go-roho versus kehadiran PT MSM. Soal hukum, yang dalam berita di Harian Komentar itu banyak dibicarakan oleh OC Kaligis, pe-ngacara top, yang sekarang ini sedang menjadi kuasa hukum PT MSM, menurut saya adalah persoalan lain. Meski memang, hukum juga mestinya adalah juga soal penting dalam kontro-versi PT MSM ini. Anda kan sudah tahu, hukum negara bu-kanlah segala-galanya, karena dia juga adalah produk manu-sia dengan segala kepentingan-nya. Kehadiran PT MSM, pada banyak hal sebenarnya sedang menantang kita, manusia-ma-nusia yang berpijak, berada dan berproses hidup di sini. Sebab, kehadiran perusahaan tam-bang ini, sebagaimana juga ke-hadiran perusahaan-perusaha-an transnasional lainnya, selain memang membawa banyak konsekuensi di bidang sosial, politik dan ekonomi, namun ju-ga, dan ini yang harus diwaspa-dai, adalah konsekuensi keles-tarian alam.(bersambung) ...K Komentar | |
|