Admin Admin
Jumlah posting : 549 Registration date : 08.01.08
| Subyek: Perjuangan Panjang Berbuah Nobel Sat Mar 01, 2008 4:18 pm | |
| Perjuangan Panjang Berbuah Nobel
AP /West Australian, Barry Baker Peraih Nobel Fisiologi atau Kedokteran Profesor Barry Marshall (kiri) dan Dr J Robin Warren duduk bersama di kampusnya University of Western Australia, di Perth, tahun 1997. Barry J Marshall akan datang ke Indonesia untuk memberikan ceramah di Universitas Pelita Harapan, Selasa (4/3), dan menurut rencana akan bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Setelah melalui berbagai penentangan dan cemoohan dari kalangan kedokteran selama lebih dari dua dasawarsa, pada tahun 2005, Hadiah Nobel Fisiologi atau Kedokteran akhirnya dianugerahkan kepada dua orang dokter asal Australia, Barry J Marshall dan J Robin Warren.
Bermula dari J Robin Warren,patologis yang melakukan observasi terhadap bakteri-bakteri yang membentuk koloni di dalam lambung bagian bawah manusia atau biasa dikenal dengan istilah kedokteran, antrum.
Warren meneliti 50 persen pasien-pasien yang telah diambil biopsinya. Dari situ, ia menemukan tanda-tanda peradangan pada gastric mucosa (selaput lambung) yang letaknya dekat dengan ditemukannya bakteri Helicobacter pylori.
Temuan Warren ternyata menarik perhatian ilmuwan muda, Barry Marshall. Pertemuan mereka di tahun 1981 membawa pada sebuah penelitian biopsi terhadap 100 pasien. Setelah beberapa pendekatan, Marshall berhasil membiakkan bakteri yang tidak diketahui spesiesnya sampai akhirnya dinamakan Helicobacter pylori.
Pada tahun 1982, saat mereka sama-sama bekerja di Departemen Patologi, Royal Perth Hospital , bakteri tersebut ditemukan oleh Marshall dan Warren sebagai penyebab tukak lambung (luka pada lambung). Kala itu kalangan kedokteran masih menganggap stres dan gaya hidup merupakan penyebab utama tukak lambung.
Dalam proses penemuan tersebut, Warren mendayagunakan istrinya yang kebetulan menderita tukak lambung sebagai objek penelitian. Dia kemudian menemukan kandungan bakteri cukup besar pada sampel selaput lendir istrinya. Padahal menurut pokok pemikiran kedokteran yang dianut ketika itu, bakteri tak dapat berkembang biak dalam lambung. Warren lalu memberikan obat antibiotika kepada istrinya, dan alhasil sang istri sembuh..
Begitu pula dengan Marshall, ia melakukan ujicoba dengan dirinya sendiri sebagai kelinci percobaan. Ia meminum air yang dicampur dengan miliaran bakteri Helicobacter pylori. Hasilnya, seminggu kemudian Marshall mulai menderita gejala tukak lambung akut.
Sesuai dengan metode pengobatan yang dikembangkan bersama Warren, ia menggunakan antibiotika untuk menyembuhkan tukak lambungnya. Akan tetapi berbagai bukti tersebut tidak mampu menggoyahkan dogma lama. Jurnal-jurnal ilmiah menolak mempublikasikan tulisan Warren dan Marshall. Namun kesuksesann datang jua akhirnya. Pada tahun 1994, penemuan Warren dan Marshall diakui oleh sebuah dewan dari Institut Kesehatan Nasional Amerika Serikat. Kemudian pada tahun yang sama, organisasi kesehatan dunia WHO memasukkan bakteri Helicobacter pylori ke dalam kategori pemicu kanker.
Setelah itu menyusul sebuah kesepakatan di Universitas Maastricht Belanda untuk eradikasi Helicobacter pylori. Menimbang ancaman bahaya bakteri Helicobacter pylori, maka ditetapkan standar eradikasi bakteri tersebut, yaitu menggunakan kombinasi obat antibiotika Amoxicillin dan Clarithromycin. Sasarannya adalah untuk menurunkan risiko kanker lambung dan usus.
Puncak dari penghargaan bagi Warren dan Marshall adalah hadiah Nobel Kedokteran tahun 2005, penghargaan yang memang pantas diberikan kepada dua dokter yang tekun dan pantang menyerah tersebut. Sekali lagi sejarah membuktikan bahwa sesuatu yang awalnya dicemooh dan ditertawakan, dapat menjadi sesuatu yang besar dan bermanfaat bagi banyak orang.
Membagi Ilmu
Prof Dr Barry J Marshall (57 tahun) akan datang ke Indonesia, Selasa (4/3), dan dijadwalkan bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara pada Kamis (6/3). Marshall juga akan berceramah di Universitas Pelita Harapan serta mengunjungi Mochtar Riady Institute for Nano Technology.
Dalam percakapan jarak jauh Jakarta-Perth dengan sejumlah wartawan, Rabu lalu, Marshall mengatakan, ia akan menyebarkan pesan bahwa tidak semua sakit pada lambung itu disebabkan oleh kadar asam yang tinggi. "Terlebih di Indonesia, orang-orang akan semakin acuh tak acuh dengan penyakit ini karena tidak memiliki akses untuk melakukan tes kesehatan, misalnya tes pada pernapasan," ujarnya.
Ilmuwan yang juga mempunyai sebuah perusahaan penelitian bioteknologi bernama Ondek itu mengaku sangat tertarik untuk bekerja sama dengan Indonesia. Dia berkeinginan menyosialisasikan hasil penelitiannya dan membawakan obat sebagai langkah penyembuhan para penderita tukak lambung.
"Saya sangat ingin berkolaborasi dengan kelompok-kelompok peneliti dan para dokter di Indonesia, itulah salah satu alasan saya bersedia ke Jakarta," tandas bapak empat anak ini. [WWH/M-12] | |
|